2008-08-29

Jadi Turis di Tiga Nusa

Ternyata memang menyenangkan jadi turis
Atiek, Denik, Pak Suar - kejadiannya sudah 1,5 bulan yang lalu tepatnya 10-12 Juli 2008

Jukung hari itu tidak ada yang langsung ke Toyapakeh, harus 'transit' dulu di Lembongan. Ombak lumayan besar, jadi kami memutuskan untuk duduk di atas dek jukung. Kalau duduk di dalam jukung, mungkin isi perut yang minta keluar, tidak mau lagi di dalam. Awal keberangkatan juga mengalami sedikit kesulitan karena jukung sempat terperangkap karang laut. Sekali-sekali rasanya tidak terlalu bermasalah, tapi kalau sering mungkin lambung jukung yang terbuat dari kayu bisa terkikis karang ...

Turun di pelabuhan Toyapakeh juga sedikit sulit. Hal ini juga membuat saya bertanya-tanya, apakah setiap hari jukung memang merapat di 'pelabuhan' tersebut atau hari itu merupakan hari spesial. Tidak ada pasir pantai di situ, yang ada adalah dinding batu setinggi 2-3 meter. Walaupun ada tangga selebar sekitar 3 meter pada dinding tersebut, tapi sedikit sulit mencapainya karena batu-batu yang besar dan licin. Dan tentu saja, anak tangga itu juga licin. Perlu ekstra hati-hati untuk tidak terpeleset, sangat tidak ergonomis.

Kami langsung naik ojek, dan terima kasih ... Pak Ardika ojek langsung mengantarkan kami ke penginapan yang cukup menyenangkan. Cukup, karena kamar-kamarnya tidak kedap suara, sehingga aktivitas yang dilakukan kamar tetangga bisa terdengar jelas. Termasuk suara dengkuran yang halus sekalipun.

Jam tiga sore kami putuskan untuk berkeliling lebih dulu, sebelum ke Pura Dalem Ped. Carter mobil umum Pak Ardika, asli Toyapakeh. Tujuan pertama adalah melihat pembangkit listrik tenaga angin di Desa Klumpu. Ada beberapa, dan tidak semua berputar. Awalnya saya pikir karena salah konstruksi, tapi ternyata memang dipasang dengan posisi berbeda untuk menerima angin dari berbagai arah. Ternyata juga, walaupun belum maksimal, rencana mandiri energi Nusa Gede perlu dipelajari. Bukan hanya angin, melainkan juga tenaga surya, jarak untuk biodiesel, dan biogas dari kotoran ternak. Wow!!!

Dilanjutkan sembahyang ke Pura Puncak Mundi. Ini juga wow! Ada pohon beringin sangat besar di tengah pura dan beberapa pohon besar lainnya. Kontras sekali suhu di dalam pura dengan suhu di sepanjang perjalanan sebelumnya. Teduh, angin semilir, sepi ... ada ketenangan yang menjanjikan.

Sebagian besar Nusa Gede memang kering, tapi lahan yang kering ditata dengan indah sejak dulu. Bukan hanya lahan sawah di Pulau Bali yang berteras, bukit kering Nusa Gede juga berteras dan menjadi terlihat sangat indah karena susunan batu-batunya. Saya hanya bisa mengaguminya dan berpikir, "Ketika pembuatan teras dulu, darimana mulai membuat, apakah dari atas ke bawah atau bawah ke atas?" Bunga-bunga gamal merah muda bermekaran, dari jauh seperti bunga sakura (atau bunga sakura yang seperti bunga gamal?). Ditambah lagi dua ekor elang melesat mulus di bawah awan dan birunya langit.

Sembahyang lagi di Pura Goa Giri Putri. Ada banyak kelelawar di salah satu sudut goa sepanjang sekitar 300 meter tersebut. Dan patung Dewi Kwan Im di ujung goa yang terbuka. Sangat cantik, di tengah warna merah berdampingan dengan warna kuning, di sudut goa yang tidak terlalu gelap karena sinar matahari. Beberapa lembar potongan kertas bersyair tersimpan rapi pada sebuah rak. "Seperti ular mau harap lantas menjelma jadi naga, tapi dasarnya dia punya nasib masih tercega, seperti orang yang sakit baik bikin sabar biar lega, sebab meski mau dibikin bagaimana percuma juga"

Jalan utama di bagian timur pulau kami lewati, kecuali Desa Sekartaji. Hari ini ditutup dengan maturan di Pura Dalem Ped. Pulau ini memang menakjubkan, hingga tengah malam. Entah jam berapa, tiba-tiba suara puluhan anjing terdengar saling bersahutan. Diawali satu lolongan anjing, kemudian disusul gonggongan puluhan anjing lainnya, dan setelah sekian menit tiba-tiba berhenti secara bersamaan. Seperti koor paduan suara. Tidak hanya sekali, namun dua kali dalam selang waktu sekitar 15 menit.

Keesokan harinya ... jalan lagi, kali ini ke bagian barat. Namun sebelumnya mampir 'bird sanctuary park' yang dikelola NGO internasional dan lokal. Waktu kami datang adalah waktu sarapan burung: jalak bali, merak, enggang. Ada banyak bibit pohon juga karena mereka mempunyai program penghijauan dengan masyarakat. Sampalan untuk cek harga tiket di pelabuhan (yang sesungguhnya dan sangat bersih) dan keliling pasar kecamatan.

Kunjungan selanjutnya ke kawasan Pura Batu Madeg. Ada hutan di tengah pulau yang terkesan kering! Banyak tanaman bambu dan pohon besar lainnya. Menurut Pak Ardika, hutan tersebut dijaga oleh seekor monyet putih yang besar. Sampai saat ini hutan tersebut masih dianggap 'tenget' dan keberadaannya tidak pernah diganggu. Suara-suara burung dan binatang lainnya menemani kami yang berdiri di jalan kecil yang membelah hutan.

Kemudian keajaiban lain datang lagi ... manta! Dari tebing bukit di Desa Peguyangan, 10 manta terlihat dari atas. Cara mereka berenang seperti menari. Sayang baterai kamera sudah habis, jadi hanya bisa mengamati dengan mata telanjang dan sesekali bergantian binokuler. Sesuatu yang indah mungkin memang harus diingat dan dirasa, bukan diabadikan dalam sebuah gambar. Hehe ... alasan dari keteledoran cek baterai kamera.

Keindahan lain juga ada di Banjar Penida, Desa Sakti. Teluk berpasir putih yang sering disebut 'chrystal bay'. Ceningan, pulau kecil tempat kami biasa berkunjung hanya berjarak beberapa ratus meter. Sayangnya, bukit di sebelah kiri kanan teluk sudah habis terjual. Pantai juga sudah sering dijadikan tempat berjemur para turis yang dibawa Bali Hai Cruise dan 'cruise-cruise' lainnya. Sementara kata seorang bapak di banjar tersebut, mereka tidak tahu apa-apa tentang tamu yang datang dan tidak pernah mendapat apa-apa, kecuali melihat orang-orang kulit putih berjalan di sepanjang pantai atau duduk-duduk sambil menikmati makanan dan minuman.

Lanjut ke Ceningan, menginap semalam. Karakter mereka yang tinggal di Ceningan memang sangat berbeda dengan Tenganan, Sibetan, dan Pelaga. Ecolodge yang direncanakan sudah mulai dibangun. Akhir perjalanan yang sedikit mengecewakan. Kalimat yang pernah saya dengar ternyata jauh dari salah, "Orang jaman dulu selalu ingin mencipta, tetapi jaman sekarang bisanya hanya merusak" Beberapa teras yang cantik, memang secara matematika hitungannya tidak seberapa, tetapi walaupun hanya beberapa meter - kategorinya tetap merusak. Dan menjadi tidak sesuai dengan alam di sekitarnya.

Pelajaran yang didapat: harus ada perencanaan yang matang sebelum melakukan apalagi membangun sesuatu, dan perlu meminta pertimbangan dari pihak lain yang lebih berpengalaman.

Tidak ada komentar: