2011-08-25

Juru Pencar di Perancak



Juru pencar juru pencar
Mai jalan mencar ngejuk ebe
Be gede gede
Be gede gede

Di sowane ajake liu


Jumlah juru pencar di Desa Perancak, Negara tidak lagi sebanyak 10-20 tahun yang lalu. Tinggal beberapa orang yang saat ini menguasai seni pencar, salah satunya adalah Pak Sarka. Pak Sarka masih setia menjalani profesinya, walaupun ikan yang didapat tidak lagi sebesar 20, bahkan 10 tahun yang lalu. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar nelayan Perancak, walaupun memiliki jaring pencar, tidak lagi menjalani profesi juru pencar.

Tidak ada lagi 'be gede' di sepanjang laut tepi Perancak, bahkan di laut dangkal dan dalam. Jaring berukuran 1 cm yang digunakan kapal-kapal purse seine telah mengambil ikan besar dan kecil yang ada. Padahal berdasarkan peraturan, jaring yang boleh digunakan adalah yang berukuran 1 inci atau 2,54 cm. Keuntungan besar sudah didapat para pemilik kapal besar ini, dengan jumlah ekstrim Rp 300 juta dalam semalam, dari sekitar 30 ton ikan lemuru yang berhasil ditangkap, dan jenis lain ikutannya. Pabrik pengalengan ikan sudah menunggu ...

Bukan hanya ukuran ikan yang semakin mengecil. Waktu yang dibutuhkan untuk menangkap ikan juga semakin panjang. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh para juru pencar, melainkan juga para nelayan tradisional pengguna jukung. Walaupun jarak penangkapan sudah semakin jauh dari pantai, hasil yang didapat masih belum bisa memenuhi kebutuhan hidup.



Satu upaya harus dilakukan oleh para juru pencar dan nelayan tradisional bersama para nelayan modern dan pemerintah daerah, agar ikan yang didapat kembali berukuran besar dan jumlahnya semakin banyak ... bahkan yang berada di muara. Mungkin dengan membuat wilayah konservasi laut tempat ikan bertelur dan membuat aturan sasi seperti di Maluku dan Papua. Sehingga para nelayan dan anak-anak nelayan bisa lagi bernyanyi Be gede gede ... be gede gede ... di sowane ajake liu ...

2011-08-23

Kunjungan ke Ketua Dekranasda Bali


Senin, 22 Agustus 2011

Kunjungan ke kediaman Ketua Dekranasda Bali dilakukan sebagai rangkaian dari kegiatan penyiapan sertifikasi VLK. Berkunjung ke kediamanan adalah Ibu Diah Raharjo dan Bapak Irfan Bakhtiar dari MFP Jakarta, serta Bapak Suarnatha dan Atiek Kurnianingsih dari Yayasan Wisnu. Rombongan diterima oleh Ibu Ni Wayan Kusumawathi sebagai sekretaris Dekranasda Bali.



Ibu Ayu Pastika menemui rombongan dalam ruangan seluas sekitar 6x8 meter, dikelilingi empat pintu kayu dan pot tanaman di sudut ruang. Dinding ruang berhiaskan wallpaper berwarna kuning keemasan dengan foto Ibu dan Bapak Gubernur. Dalam ruang inilah Ibu Diah memberikan buku BALIWOOD BALIGOOD kepada Ibu Ayu Pastika.


Singkat cerita, Ibu Ayu dan Ibu Kusumawathi berkomitmen untuk tetap mendukung pelaksanaan SVLK di Bali, terutama untuk para pengrajin kecil. APIK Buleleng sebagai model industri kecil kehutanan yang siap disertifikasi, diharapkan bisa dijadikan bahan belajar bagi industi kecil kehutanan lainnya di Bali.

2011-08-13

BALIWOOD BALIGOOD


Degradasi hutan yang terus terjadi di Indonesia sejak tahun 1990an, menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan untuk perbaikan pengelolaan hutan di Indonesia, termasuk di dalamnya jaminan kelestarian serta legalitas produk kayu dan industri berbahan baku kayu dari Indonesia. Menjawab tantangan tersebut, pada tahun 2009 Indonesia menetapkan kebijakan dalam penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dan penilaian/verifikasi legalitas kayu (VLK) melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 tetang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak dan Industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu. Untuk memastikan pelaksanaannya di lapangan, peraturan tersebut telah pula dilengkapi dengan aturan pelaksanaan dan kriteria penilaian yang termuat dalam Perdirjen BUK No. 06/2009 dan No. 02/2010.

Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa merupakan contoh negara-negara yang terus mendorong Indonesia untuk menjamin legalitas kayu dan produk turunannya. Kesepakatan Kemitraan Sukarela untuk Penegakan Hukum Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (FLEGT-VPA) antara Indonesia dan Uni Eropa kemudian ditandatangani pada 4 Mei 2011. Kesepakatan ini akan mengaitkan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai sebuah pendekatan ringan. Dengan SVLK, hanya kayu dan produk kayu yang disertai dengan sertifikat legal yang dapat dijual di pasar domestik maupun diekspor. Dalam dokumen disepakati bahwa VLK akan berlaku di tahun 2013.

Ketika negara-negara penerima kayu Indonesia mulai berbenah untuk memperbaiki lingkungan, para pengusaha kayu Indonesia, termasuk para pengrajin di Bali, juga harus mulai mempersiapkan diri mengikuti aturan global. Bali, sebagai provinsi yang diposisikan sebagai ’jendela’ ekspor produk kerajinan - termasuk yang terbuat dari kayu, juga harus menerapkan kebijakan kayu legal. Sosialisasi dan kajian harus dilakukan secara terus-menerus kepada para pengusaha kayu sebelum kebijakan ini diberlakukan. Terlebih lagi, produk kayu ekspor Bali mempunyai karakter yang berbeda dibanding daerah lain pengekspor kayu di Indonesia. Sebagian besar peng-usaha produk kayu adalah para pengrajin rumahan berskala kecil dan mikro. Kebijakan ini juga harus disosialisasikan kepada para petani hutan karena sebagian besar sumber bahan baku kerajinan kayu di Bali berasal dari hutan hak/milik masyarakat.

Yayasan Wisnu - sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan dan transformasi sosial, kemudian bekerja sama dengan APIK (Asosiasi Pengrajin Industri Kecil) Buleleng dan MFP (Multistakeholder Forestry Programme) - kolaborasi program di bidang kehutanan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris. Sebuah model pengelolaan industri kecil berbahan kayu disiapkan sejak Maret 2011 untuk menerapkan aturan SVLK, dan siap disertifikasi. Pilihan terhadap industri kecil dikarenakan skala ini sering termarginalisasi dalam kancah pedagangan global. Ada beberapa kesulitan yang ditemui para pengusaha industri kecil kehutanan (pengrajin dan petani hutan hak) dalam memenuhi serentetan perizinan yang tepat, termasuk adanya kegagapan tertib administrasi. Hal lain yang dihadapi adalah kesenjangan ‘pendampingan’ dari pemerintah serta ketidaktepatan dalam izin dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Peluncuran model industri kecil berbahan kayu menuju sertifikasi PHPL dan VLK dilakukan pada 12 Agustus di Gedung Wanita Laksmi Graha, Singaraja. Pilihan atas Buleleng didasarkan pada hasil penelitian bahwa Buleleng merupakan kabupaten dengan hutan terluas di Bali, dan sebagian hasilnya digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan. Di samping itu, perilaku petani hutan hak saat ini mengarah pada ‘semangat menanam’, terutama jenis tanaman keras yang secara ekonomi mendatangkan penghasilan yang cukup besar. Program penghijauan yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Buleleng juga mendorong para petani ikut menghijaukan lahannya.

APIK Buleleng, sebagai wadah pemersatu antara para pengrajin dengan petani hutan hak, sedang berusaha untuk bisa mendapatkan sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Hambatan yang dihadapi bukan hanya secara internal, melainkan juga karena faktor kebijakan pemerintah daerah yang belum mengeluarkan izin industri primer untuk usaha penggergajian kayu yang dimiliki. Sementara, legalitas atas izin usaha tersebut merupakan salah satu faktor yang menentukan kelegalan satu produk kerajinan kayu.

Peluncuran Model Industri Kecil Kehutanan menuju Sertifikasi PHPL dan VLK

Kegiatan dilaksanakan pada 12 Agustus 2011 di Gedung Wanita Laksmi Graha, Singaraja. Peluncuran dihadiri lebih dari 150 orang dari berbagai pihak: petani hutan hak, pengrajin, akademisi, LSM, pemerintah pusat dan daerah, juga media cetak dan elektronik.

Konferensi pers
Hadir sebagai narasumber adalah APIK Buleleng, Yayasan Wisnu, MFP Jakarta, Dirjen BUK Kemenhut RI, PT. Sucofindo, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Buleleng, serta Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kab Buleleng.




Pembukaan
Menyanyikan lagu Indonesia Raya

Doa Bersama
Dipimpin Ratu Bhagawan Dwija.



Pemaparan Dirjen BUK, Kementerian Kehutanan RI
Diwakili oleh Bapak Ir. Maidiward M.Sc selaku Kasubdit Bina Pengolahan dan Pemanfaatan Hasil Hutan.

Setelah pemaparan, Ketua APIK Buleleng - Bapak Gusti Putu Armada menyerahkan penghargaan berupa patung Singa Ambararaja atas kesediaan Bapak Maidiward memberikan sambutan dan pemaparan tentang SVLK.


Sambutan dan Pembukaan
Dilakukan oleh Kepala Dinas Koperasi, Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Buleleng mewakili Bupati Buleleng. Pembukaan direncanakan akan dilakukan oleh Bupati Buleleng secara langsung, namun beliau harus membuka Lomba Gerak Jalan yang mundur dari rencana awal.

Setelah memberikan sambutan dan membuka kegiatan Peluncuran Model Industri Kecil Kehutanan menuju Sertifikasi PHPL dan VLK, Ketua APIK Buleleng juga memberikan penghargaan kepada Bapak IB Manuaba.



Presentasi Vice President PT. Sucofindo
Bapak Haris Witjaksono memaparkan hasil pra-audit Sertifikasi PHPL dan VLK yang telah dilakukan pada hutan hak serta industri kecil-menengah di Bali pada 24-26 Juni 2011.

Kali ini penghargaan dari APIK Buleleng berupa patung Singa Ambararaja diberikan oleh Ketua Yayasan Wisnu - Bapak Mada Suarnatha.



Presentasi Ketua APIK Buleleng
Bapak Gusti Putu Armada memaparkan upaya yang telah dan sedang dilakukan APIK Buleleng, dan berharap mendapat dukung dari berbagai pihak - termasuk pemerintah daerah, terutama di tingkat Provinsi Bali.

Selaku Ketua APIK Buleleng, Pak Gusti mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari para hadirin atas presentasi yang sudah diberikan. Berharap tahun depan APIK Buleleng akan mendapat sertifikat PHPL dan VLK.



Pengantar Buku BALIWOOD BALIGOOD
Ibu Diah Raharjo selaku Direktur Program MFP mengatakan bahwa buku BALIWOOD BALIGOOD: Lika-liku Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu di Bali wajib dibaca oleh semua pihak untuk bisa menerapkan SVLK, terutama di Bali.
Peluncuran buku ditandai dengan penyerahan 'goodie bags' yang berisi buku Baliwood Baligood, Bali DWE, dan Baliisme, serta produk kayu dari APIK dan dupa kepada Ketua APIK Buleleng dan wakil petani hutan hak dari tujuh desa di Buleleng.


Pengantar Pemutaran Film BALIWOOD BALIGOOD
Menceritakan tentang kebingungan pengrajin kecil menghadapi pembeli yang menanyakan "apakah produk ini terbuat dari kayu legal?" Kebingungan dapat terjawab setelah pengrajin mendapat penjelasan dari Bapak Kepala Dinas HutBun dan Ketua APIK di Buleleng.
Sebelum pemutaran film, Pak Suar membeikan 'goodie bags' kepada Ratu Bhagawan dan undangan lainnya.



Pentas Bondres I Sengap
Pemimpin harus mengakomodir kepentingan rakyat, termasuk dalam mempercepat proses para pengrajin mendapatkan sertifikat PHPL dan VLK. Hal tersebut merupakan pesan utama yang disampaikan dalam bondres. Legalitas produk kayu sangat dibutuhkan jika nilai ekspor Bali atas produk kayu ingin tetap dipertahankan, bahkan ditingkatkan.



Acara peluncuran ditutup dengan buka puasa bersama yang menyajikan menu khas Buleleng: jukut undis dan sudang lepet.