2008-08-31

Terong Wisnu Terkena Penyakit

Tanaman terong pertama kali di tanam di kebun Wisnu pada akhir Januari 2008. Bibit pertama dibawa oleh mas Tanto dari Yogyakarta. Bukan karena ingin memasukkan gen terong dari luar, namun karena bibit yang dijanjikan sudah pasti organik. Rasanya lebih baik mencoba proses bertani organik dengan bibit yang juga organik.

Saat ini, ada sekitar 60 tanaman terong kopek hijau keputihan setinggi rata-rata satu meter di atas lahan segitiga seluas 7x7,5x2 meter dan berdiameter 3 meter. Rata-rata ada sekitar 2-5 buah dalam satu pohon dengan panjang rata-rata 17 cm dan diameter 4 cm. Buah terung terbesar yang dihasilkan berukuran panjang 23 cm dan diameter 5,1 cm. Hari ini ada 24 buah terung yang dipanen dengan berat 2 kg. Sampai saat ini masih dikonsumsi sendiri oleh warga Wisnu dan keluarganya.

Secara ilmiah, jenis terong yang ada berbahasa Latin Solanum melongena var. serpentinum ini tergolong dalam keluarga Solanaceae genus Solanum. Lengkapnya kerajaan Plantae, kelas Magnolipsida, subkelas Asteridae, dan ordo Solanales. Berdaun hijau besar sekitar 20 cm dan berbunga ungu cantik dengan lima lobus.

Terong, ternyata menurut beberapa sumber berfungsi untuk mendongkrak gairah seksual pria karena efek afrodisiak. Selain itu terong juga berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah kanker karena mengandung monoterpen, memelihara kelangsingan tubuh karena sedikit mengandung kalori, dan untuk mengendalikan stres karena senyawa solanin yang bisa mengendurkan urat-urat saraf dan mempertahankan tekanan darah tidak naik-turun secara drastis. Penyakit lain seperti wasir, rematik, batuk, penyakit kulit, dan raja singa bisa disembukan dengan sayuran ini.

Kondisi tanaman terong di Wisnu saat ini tidak cukup baik karena terkena jamur Phytophthora parasitica. Hal tersebut diketahui menurut penelitian yang dilakukan I Gede Arda Pradipta, mahasiswa jurusan hama dan penyakit tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Udayana selama dua bulan di Wisnu. Ciri-cirinya adalah permukaan kulit buah terdapat bercak coklat kebasahan. Awalnya kecil dan berwarna coklat, lama-kelamaan menyebar ke seluruh permukaan tubuh buah dan berwarna hitam gelap.

Pada buah yang busuk terdapat spora berwarna putih dari patogen jamur. Diperkirakan cendawan masuk melalui lubang alami atau luka yang disebabkan oleh gigitan serangga atau alat pertanian dan berkembang biak dalam daging buah. Jamur tersebut memiliki sporangium berbentuk jorong sampai agak bulat dan mempunyai dua bulu cambuk (flagela). Jamur jenis ini merupakan jamur tanah yang dapat bertahan lama di dalam tanah yang mengandung bahan organik, terutama disebarkan oleh aliran air hujan dan air pengairan.

Namun menurut hasil pengamatan kasat mata oleh tim Wisnu, buah yang dihasilkan memang ada yang berbercak coklat, namun tidak sampai menghitam dan menyebar ke seluruh kulit permukaan. Selain itu, menurut “Keeping the Balance: Alternatif Pengendalian Hama” terbitan PAN Indonesia tahun 2001, layu jamur dicirikan dengan batang dan daun berubah menjadi kuning dan kering mulai dari ujung batang dekat tanah. Sementara, berdasarkan pengamatan batang dan daun yang menguning berada di bagian atas tanaman. Jadi kemungkinan terserang layu bakteri.

Secara ideal masih perlu dilakukan penelitian secara lanjut. Namun untuk sementara, pencegahan baik akibat jamur atau bakteri dapat dilakukan dengan memperbaiki pH tanah menjadi netral. Dan yang pasti memelihara tanaman terong dengan penyiraman dan pemberian kascing secara rutin karena kenyataannya tanaman yang ada selama ini belum terpelihara dengan baik. Hasilnya masih kecil-kecil ... Kita coba untuk musim tanam selanjutnya.

2008-08-29

Agustusan di Wisnu





Selamat ulang tahun ...
Untuk Galang, Ibu Galang, Odah Galang, dan negara Galang
Semua digabung tanggal 16 Agustus kemarin
Acaranya?
Anak2 Pengubengan, Raras dan Binar menunjukkan kehebatan menarinya
Galang juga sudah bisa bermain gitar
Dan sumbangan lagu dari Pak Alit
Pembawa acara?
Selalu, Pan Godogan yang kali ini ditemani Anin
Tidak lupa ... makan kue ulang tahun dan ikan bakar

Jadi Turis di Tiga Nusa

Ternyata memang menyenangkan jadi turis
Atiek, Denik, Pak Suar - kejadiannya sudah 1,5 bulan yang lalu tepatnya 10-12 Juli 2008

Jukung hari itu tidak ada yang langsung ke Toyapakeh, harus 'transit' dulu di Lembongan. Ombak lumayan besar, jadi kami memutuskan untuk duduk di atas dek jukung. Kalau duduk di dalam jukung, mungkin isi perut yang minta keluar, tidak mau lagi di dalam. Awal keberangkatan juga mengalami sedikit kesulitan karena jukung sempat terperangkap karang laut. Sekali-sekali rasanya tidak terlalu bermasalah, tapi kalau sering mungkin lambung jukung yang terbuat dari kayu bisa terkikis karang ...

Turun di pelabuhan Toyapakeh juga sedikit sulit. Hal ini juga membuat saya bertanya-tanya, apakah setiap hari jukung memang merapat di 'pelabuhan' tersebut atau hari itu merupakan hari spesial. Tidak ada pasir pantai di situ, yang ada adalah dinding batu setinggi 2-3 meter. Walaupun ada tangga selebar sekitar 3 meter pada dinding tersebut, tapi sedikit sulit mencapainya karena batu-batu yang besar dan licin. Dan tentu saja, anak tangga itu juga licin. Perlu ekstra hati-hati untuk tidak terpeleset, sangat tidak ergonomis.

Kami langsung naik ojek, dan terima kasih ... Pak Ardika ojek langsung mengantarkan kami ke penginapan yang cukup menyenangkan. Cukup, karena kamar-kamarnya tidak kedap suara, sehingga aktivitas yang dilakukan kamar tetangga bisa terdengar jelas. Termasuk suara dengkuran yang halus sekalipun.

Jam tiga sore kami putuskan untuk berkeliling lebih dulu, sebelum ke Pura Dalem Ped. Carter mobil umum Pak Ardika, asli Toyapakeh. Tujuan pertama adalah melihat pembangkit listrik tenaga angin di Desa Klumpu. Ada beberapa, dan tidak semua berputar. Awalnya saya pikir karena salah konstruksi, tapi ternyata memang dipasang dengan posisi berbeda untuk menerima angin dari berbagai arah. Ternyata juga, walaupun belum maksimal, rencana mandiri energi Nusa Gede perlu dipelajari. Bukan hanya angin, melainkan juga tenaga surya, jarak untuk biodiesel, dan biogas dari kotoran ternak. Wow!!!

Dilanjutkan sembahyang ke Pura Puncak Mundi. Ini juga wow! Ada pohon beringin sangat besar di tengah pura dan beberapa pohon besar lainnya. Kontras sekali suhu di dalam pura dengan suhu di sepanjang perjalanan sebelumnya. Teduh, angin semilir, sepi ... ada ketenangan yang menjanjikan.

Sebagian besar Nusa Gede memang kering, tapi lahan yang kering ditata dengan indah sejak dulu. Bukan hanya lahan sawah di Pulau Bali yang berteras, bukit kering Nusa Gede juga berteras dan menjadi terlihat sangat indah karena susunan batu-batunya. Saya hanya bisa mengaguminya dan berpikir, "Ketika pembuatan teras dulu, darimana mulai membuat, apakah dari atas ke bawah atau bawah ke atas?" Bunga-bunga gamal merah muda bermekaran, dari jauh seperti bunga sakura (atau bunga sakura yang seperti bunga gamal?). Ditambah lagi dua ekor elang melesat mulus di bawah awan dan birunya langit.

Sembahyang lagi di Pura Goa Giri Putri. Ada banyak kelelawar di salah satu sudut goa sepanjang sekitar 300 meter tersebut. Dan patung Dewi Kwan Im di ujung goa yang terbuka. Sangat cantik, di tengah warna merah berdampingan dengan warna kuning, di sudut goa yang tidak terlalu gelap karena sinar matahari. Beberapa lembar potongan kertas bersyair tersimpan rapi pada sebuah rak. "Seperti ular mau harap lantas menjelma jadi naga, tapi dasarnya dia punya nasib masih tercega, seperti orang yang sakit baik bikin sabar biar lega, sebab meski mau dibikin bagaimana percuma juga"

Jalan utama di bagian timur pulau kami lewati, kecuali Desa Sekartaji. Hari ini ditutup dengan maturan di Pura Dalem Ped. Pulau ini memang menakjubkan, hingga tengah malam. Entah jam berapa, tiba-tiba suara puluhan anjing terdengar saling bersahutan. Diawali satu lolongan anjing, kemudian disusul gonggongan puluhan anjing lainnya, dan setelah sekian menit tiba-tiba berhenti secara bersamaan. Seperti koor paduan suara. Tidak hanya sekali, namun dua kali dalam selang waktu sekitar 15 menit.

Keesokan harinya ... jalan lagi, kali ini ke bagian barat. Namun sebelumnya mampir 'bird sanctuary park' yang dikelola NGO internasional dan lokal. Waktu kami datang adalah waktu sarapan burung: jalak bali, merak, enggang. Ada banyak bibit pohon juga karena mereka mempunyai program penghijauan dengan masyarakat. Sampalan untuk cek harga tiket di pelabuhan (yang sesungguhnya dan sangat bersih) dan keliling pasar kecamatan.

Kunjungan selanjutnya ke kawasan Pura Batu Madeg. Ada hutan di tengah pulau yang terkesan kering! Banyak tanaman bambu dan pohon besar lainnya. Menurut Pak Ardika, hutan tersebut dijaga oleh seekor monyet putih yang besar. Sampai saat ini hutan tersebut masih dianggap 'tenget' dan keberadaannya tidak pernah diganggu. Suara-suara burung dan binatang lainnya menemani kami yang berdiri di jalan kecil yang membelah hutan.

Kemudian keajaiban lain datang lagi ... manta! Dari tebing bukit di Desa Peguyangan, 10 manta terlihat dari atas. Cara mereka berenang seperti menari. Sayang baterai kamera sudah habis, jadi hanya bisa mengamati dengan mata telanjang dan sesekali bergantian binokuler. Sesuatu yang indah mungkin memang harus diingat dan dirasa, bukan diabadikan dalam sebuah gambar. Hehe ... alasan dari keteledoran cek baterai kamera.

Keindahan lain juga ada di Banjar Penida, Desa Sakti. Teluk berpasir putih yang sering disebut 'chrystal bay'. Ceningan, pulau kecil tempat kami biasa berkunjung hanya berjarak beberapa ratus meter. Sayangnya, bukit di sebelah kiri kanan teluk sudah habis terjual. Pantai juga sudah sering dijadikan tempat berjemur para turis yang dibawa Bali Hai Cruise dan 'cruise-cruise' lainnya. Sementara kata seorang bapak di banjar tersebut, mereka tidak tahu apa-apa tentang tamu yang datang dan tidak pernah mendapat apa-apa, kecuali melihat orang-orang kulit putih berjalan di sepanjang pantai atau duduk-duduk sambil menikmati makanan dan minuman.

Lanjut ke Ceningan, menginap semalam. Karakter mereka yang tinggal di Ceningan memang sangat berbeda dengan Tenganan, Sibetan, dan Pelaga. Ecolodge yang direncanakan sudah mulai dibangun. Akhir perjalanan yang sedikit mengecewakan. Kalimat yang pernah saya dengar ternyata jauh dari salah, "Orang jaman dulu selalu ingin mencipta, tetapi jaman sekarang bisanya hanya merusak" Beberapa teras yang cantik, memang secara matematika hitungannya tidak seberapa, tetapi walaupun hanya beberapa meter - kategorinya tetap merusak. Dan menjadi tidak sesuai dengan alam di sekitarnya.

Pelajaran yang didapat: harus ada perencanaan yang matang sebelum melakukan apalagi membangun sesuatu, dan perlu meminta pertimbangan dari pihak lain yang lebih berpengalaman.

2008-08-28

Keliling Bali bersama Ibu Carol

22 - 27 September 2008
Hanya berdua, Atiek dan Ibu Carol - peneliti dan antropolog dari Murdoch University, Perth

Senin, tanggal 22
Berangkat bersama dari hotel di Sanur jam setengah sepuluh pagi
Meluncur ke Tenganan lewat Ida Bagus Oka
Tiba di Ashram Gandhi Candidasa untuk bertemu Pak Sadra
Selalu ... menjadi satu obrolan yang menyenangkan
dan 'mengenaskan' ketika bercerita tentang kondisi saat ini
Bayangkan ...
Saat ini peraturan bupati Karangasem bisa mencabut peraturan daerah Karangasem tentang Tata Ruang!
Ada banyak hal yang bisa di'tumpahkan' tentang pemerintahan di Indonesia
Hingga pada pilihan:
Apakah tetap menjadi penonton di luar ring tinju yang hanya bisa berkomentar
atau justru ikut menjadi pemain?
Sampai lewat makan siang, kami harus pamit karena makan siang sudah disiapkan di Tenganan
Kembali menemukan obrolan menarik bersama Pak Mangku - gudang informasi Tenganan
Tapi kami diharuskan lagi untuk pamit supaya tidak terlalu malam tiba di Sibetan
Dingin ... hanya ngobrol sebentar setelah makan malam sebelum tidur

Selasa, tanggal 23
Hujan ... dan semakin dingin
Katanya karena ada 'karya' di desa Sibetan, hujan di musim yang tidak seharusnya hujan
Apa bukan karena perubahan iklim?
Ada beberapa informasi yang perlu dikumpulkan, di antaranya tentang wine
Menurut Pak Sujana dan Pak Dana musim panen ini mereka akan membuat 1000 liter wine salak
Sehingga dibutuhkan 5 ton salak dari petani untuk membuatnya
Produk yang dihasilkan banjar Dukuh memang khusus wine salak
Olahan lainnya seperti manisan dan keripik salak dibuat di banjar lain
Menuju Pelaga ...
Lewat Rendang-Kintamani-Catur
Wow ... penggalian besar-besaran di sepanjang jalan menuju Rendang
Pipa galvanis berdiameter sekitar 40 cm - katanya untuk mengalirkan air ke Kubu
Namun ternyata ada cerita lain di balik rencana tersebut
Akhirnya kami tiba di jembatan besar dan panjang itu
dan sebelumnya (lagi-lagi) harus melewati pekerjaan perbaikan jalan di Belok/Sidan
juga melewati bangunan penuh kenangan:
bale penginapan dan restoran yang mendapat bantuan dari pemda sebesar 1,5 M tahun 2000 yang lalu
yang saat ini sudah dihiasi padang ilalang dan semak belukar ...
Tiba di Pelaga!
Sudah sore, dan kami belum makan siang
Tidak masalah ... karena makanan yang disajikan sangat istimewa ditambah 'tamarello compote'
Hmmm ...

Rabu, tanggal 24
Entah sudah kali keberapa berjalan dalam kebun di Pelaga
Namun entah sudah kali keberapa pula, selalu ada informasi baru yang belum pernah didengar
Ternyata saat ini ada beberapa orang yang sedang mengembangkan daun mimba
Harumnya segar sekali ... itu sebabnya daun-daun tersebut dikirim ke pengepul untuk diekstrak
Jadi, coba juga beli 10 bibit untuk ditanam di Wisnu
Lanjut ke Pancasari di Tabanan, lewat Petang dan tembus di Baturiti
Rencananya ingin bertemu bendesa Pancasari, namun sedang tidak di rumah
Ngobrol agak lama dengan IbuBendesa ... banyak juga informasi yang didapat
Sebelumnya ke taman wisata alam, jalan cukup jauh sampai ke sebuah pura
Ada banyak cerita dan 'misteri' di wilayah tengah pulau Bali ini
Suatu saat ... pasti datang lagi
Pulang dulu ke Wisnu, sebelum besok lanjut ke Perancak
Makan malam bersama Gin dan Max
Tahun 2004-2006 Gin pernah bergabung di JED sebagai voluntir dari AVI

Kamis-Jumat, tanggal 25-26
Berangkat agak siang karena harus menyelesaikan rencana penelitian sisa tahun ini dan tahun depan
Ke Perancak, Negara ... sebelumnya mampir Kelating, Tabanan yang katanya akan dibangun banyak villa
Tidak terlalu sulit menemukannya, tapi memang jalannya 'berliku'
Dan benar ... pembangunan itu sedang dikerjakan ... tepat di atas pantai pasang surut!
Saya tidak cerita banyak tentang ini karena ada banyak berita di media cetak dan kami tidak mendapat banyak informasi dari beberapa orang yang kami temui
Sebelumnya juga mampir Bali Nirwana Resort
Pura Tanah Lot terlihat jelas dari dalam hotel, terlebih dari lapangan golf itu
Tidak menepati janji? Katanya dulu akan membuat penghalang supaya areal pura tidak tampak
Nyatanya ...
Perancak ... selalu panas dan berangin
Ngobrol sebentar dengan keluarga Pak Tirta sebagai ketua Kurma Asih
Harus tidur lebih sore karena malamnya akan ikut patroli, berharap bertemu penyu sedang bertelur
Jam 11 malam kami mulai patroli ke pantai
Musim angin, tengah malam di pinggir pantai
Rasanya seperti akan diterbangkan angin
Sampai sekitar jam 2 dini hari, belum ada tanda-tanda penyu naik untuk bertelur
Akhirnya kami memutuskan untuk pulang
Tapi di tengah jalan ... Bli Komang tiba-tiba menyuruh kami berhenti
Seonggok bayangan hitam terlihat bergerak-gerak di bagian belakangnya
Seekor penyu! Dan dia sudah selesai bertelur, sedang membuat sarang 'palsu' untuk melindungi yang asli
Wow! Walaupun tidak melihat telur keluar langsung, ajaib juga melihat penyu besar di pantai
Dan besok paginya ... tukik-tukik keluar dari pasir, baru saja menetas dari cangkang telurnya
Perjalanan yang menyenangkan!!!
Aktivitas lain seperti biasanya: melihat kapal 'madura' penangkap ikan, mengagumi karya seni kepiting di atas pasir, dan makan ikan bakar

Sabtu, tanggal 27
Pulang ... lewat Peliatan, Ubud mengantar Ibu Carol
Sambil membicarakan secara serius ide tentang "peneliti muda desa"
Ada rencana 'menciptakan' para peneliti muda di desa yang akan meneliti desa mereka sendiri
Kegiatan ini juga akan mendukung pengelolaan sumberdaya komunitas karena nantinya mereka yang akan mengelola desanya dengan lebih dulu memahaminya
Terima kasih ... walaupun belum ada kesepakatan tertulis, Ibu Carol atas nama kelompok peneliti Indonesia di Australia dan Belanda tertarik dengan rencana tersebut
Dan rencananya penelitian akan dilakukan selama empat tahun
Kami harap tahun depan harapan ini sudah bisa dimulai untuk diwujudkan
Terima kasih untuk semua, yang tampak maupun yang tidak tampak


Regenerasi Pengelola Ekowisata

Yayasan Wisnu bersama empat wilayah di Bali yang tergabung dalam JED (Jaringan Ekowisata Desa) sudah melakukan kegiatan penyiapan pariwisata berbasis masyarakat dan lingkungan sejak akhir tahun 1999. Sampai kemudian kebutuhan berjaringan untuk kegiatan ekowisata tersebut diresmikan pada tahun 2002.

Sejak awal kegiatan, mereka yang terlibat aktif berumur antara 20 sampai 50 tahun, perempuan dan laki-laki. Hingga saat ini setelah delapan tahun berjalan, semua yang terlibat juga bertambah delapan tahun. Dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.

Maka kebutuhan untuk regenerasi menjadi sangat penting, mulai melibatkan anak muda dalam setiap kegiatan. Hal tersebut didasari juga atas alasan bahwa ekowisata yang dimaksud bukan hanya merupakan kegiatan pariwisata melainkan sebagai media pengelolaan sumberdaya komunitas yang meliputi sumberdaya alam, manusia, sosial, infrastuktur dan uang.

Kerjasama dan bantuan pendanaan kemudian datang dari IYF (International Youth Foundation) sebagai salah satu program USAID melalui IBL (Indonesia Business Link) dalam program YEEI (Youth Employment and Entrepreneurship Initiative) dan Yayasan KEHATI. Bantuan lain juga datang dari Accor Group yang lebih berperan sebagai tim pelatih, terutama untuk pengolahan makanan dan minuman serta higenitas dan akomodasi. Kegiatan mulai dilakukan pada Desember 2007 dan sampai saat ini masih berlangsung.

Berbagai kegiatan pun dilakukan mulai dari pengenalan dan pemahaman prinsip ekowisata, pelatihan pemandu lokal, pelatihan pengolahan dan penyajian makanan dan minuman, pelatihan akomodasi, pelatihan manajemen keuangan, serta pengembangan produk dan jasa masyarakat empat desa. Semua kegiatan akan kami ceritakan pada posting selanjutnya.


Air dan Cinta Seorang Petani

Segarnya ...
Air mengalir di antara bedengan-bedengan kebun

Baru kali ini aku melihatnya
Setelah Papi Luhde diserahkan hak untuk mengurus kebun sayur
Padahal bedengan-bedengan itu sudah ada sejak akhir Januari lalu
Tapi air di saluran baru dialirkan sore itu, 26 Agustus 2008

Trimakasih ya Pi ...
Untuk bertani dan menjadi seorang petani memang tidak hanya memerlukan teori
Walaupun didapat di bangku kuliah
Atau hanya secara genetis berasal dari keluarga petani

Ternyata hal terpenting yang dibutuhkan adalah rasa cinta
Cinta terhadap tanah, terhadap air, terhadap tanaman
Dan cinta atas profesi sebagai petani yang sudah dipilihnya

Ada Markisa di Wisnu


"Hah ... sudah berbunga ... Ternyata bunganya cantik sekali"

"Iya, seperti bunga (apa namanya)"

"Cepet sekali ya, padahal baru enam bulan."

Pohon markisa yang sedang kami bicarakan itu kami beli di pasar Beringkit, dalam perjalanan pulang dari Timpag di Tabanan setelah mengikuti upacara pengabenan. Waktu itu kami membeli dua pohon yang tingginya hanya sekitar 20 cm dan masing-masing mempunyai tiga daun.

Saat ini ... satu pohon sudah merambat sampai sekitar enam meter, dan pohon satunya sekitar lima meter. Jumlah daunnya? Rata-rata ada 12 daun pada setiap meter batangnya, jadi pada satu pohon ada sekitar 70 daun. Selain itu, cabang pohon juga sudah mulai tumbuh.

Dua hari setelah percakapan di atas, bunga-bunga yang kami bicarakan sudah berubah menjadi buah.

Dan sembilan hari kemudian ... hari ini, 28 Agustus 2008, tiga buah markisa yang ada sudah berdiameter 4 cm dan berwarna hijau gelap. Tentu saja, selain ketiga buah itu ... bunga-bunga dan buah-buah lainnya juga sudah bermunculan.