2010-06-28

Berbagi Kisah melalui Forum Belajar Bersama

Sekitar 50 orang berkumpul di ruang pertemuan Batukaru, Hotel Inna Sindhu Beach, sejak tanggal 23 sampai 25 Juni 2010. Pengembangan-pengembangan Strategi Gerakan Rakyat Paska Pemilu 2009 ditetapkan menjadi tema pertemuan FBB jaringan Praxis. Sangat terkesan berbau politik, tapi hidup ini memang 'berpolitik'.

Kegiatan utama dari pertemuan adalah mendiskusikan pola-pola penindasan, perlawanan, dan konsolidasi yang sudah dilakukan di tiap region: Sumatra-Kalimantan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara-Maluku, Sulawesi, Papua, dan sektoral. Jika disimpulkan, setiap region mempunyai permasalah yang sama, yaitu penindasan atas sumberdaya lokal. Berbagai upaya untuk merebut sumberdaya sudah dilakukan, melalui sistem elektoral dan non elektoral, namun belum semuanya sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu rangkuman dari pertemuan yang dihasilkan adalah usulan untuk FBB sebagai Forum Belajar Bersama, yaitu:
  • FBB berperan sebagai jembatan antara komunitas dengan dewan, juga bagi berbagai elemen menuju 2014
  • Melakukan pemetaan dan pengumpulan data
  • Saling mendukung dan menguatkan di antara anggota FBB
  • Melakukan konsolidasi dalam bentuk forum di tingkat regional
  • Melakukan sosialisasi informasi, misal melalui penyebarluasan buku
  • Menjembatani aspirasi masyarakat terhadap institusi penentu kebijakan
  • Menyamakan pandangan tentang berbagai hal, misal tentang cara pandang melihat Indonesia
  • Melakukan analisis terhadap tulisan yang sudah terkumpul
Keesokan harinya, 26 Juni, tidak ada lagi diskusi di dalam ruang hotel. Diskusi dipindah ke wantilan desa Tenganan Pegringsingan. Sebelum 'geret pandan' dimulai, Pak Mangku dan Pak Sadra menceritakan sistem pemerintah dan struktur keruangan yang ada di Tenganan. Intinya, keberlanjutan atas kehidupan hanya bisa terjadi jika keseimbangan alam tetap dijaga. Konsep tersebut disimbolkan oleh empat pintu gerbang yang ada di setiap penjuru mata angin dan ritual ngayunan loka, memutar bumi.

Ada banyak kearifan yang menyebabkan Tenganan tetap bertahan selama lebih dari 10 abad. Namun di tengah kemajuan jaman dan teknologi, satu hal yang menjadi kekhawatiran adalah saat ini ritual yang dilakukan tidak lagi dipahami maknanya, padahal nilai filosofis yang terkandung di dalamnya sangat besar. Di samping itu, sistem pemerintahan negara dan pasar yang ada saat ini justru telah melakukan penjajahan baru melalui pikiran. Buah untuk persembahan terbaik tidak lagi berasal dari kebun dan hasil kerja menanam, melainkan didapat dari 'pasar impor'.

Upaya keras atas perebutan sumberdaya lokal memang perlu dilakukan, namun hal terpenting juga adalah merebut dan memiliki kembali cara pikir berdasarkan ajaran dan filosofi para leluhur. Hidup dalam rasa kenyang memang sangat diharapkan, namun jangan sampai rasa kenyang yang sudah ada membunuh motivasi kerja dan kreativitas. Kedua orang bijak dari Tenganan tersebut selalu khawatir atas desa mereka. Sistem, sumberdaya, dan warisan para leluhur sudah 'mengenyangkan' orang Tenganan, yang pada akhirnya terlena atas pujian yang diberikan orang luar terhadap kelebihan dirinya. Simulacra atas apresiasi memang terjadi.

Perjalanan kami lanjutkan ke Sibetan, desa yang ketika jaman kerajaan bermusuhan dengan Tenganan. Lewat Jaringan Ekowisata Desa, salah satu banjar di desa tersebut kemudian berkawan akrab dan menggapai mimpi bersama. Banjar Dukuh, upaya penguasaan atas sumberdaya sudah mulai tampak. Wine salak yang dihasilkan laku keras. Hampir 50 botol berukuran 750 ml dan 330 ml dibeli oleh para jaringan Praxis. Tidak perlu lagi diskusi, bukti dan kesimpulannya sudah jelas, "Kapan lagi minum wine di pabriknya ..."

Kegiatan penutup: makan malam di Warung Beten Gatep. Ikan dan ayam bakar, belut goreng, pes tlengis, juga sayur gonda dan kangkung. Pesta kebun ditemani nyala lilin beraroma lembut. Keindahan dan rasa syukur juga ada di antara kekhawatiran atas hidup. Ditambah tari Margapati yang dibawakan Binar, hidup menjadi indah ketika disyukuri.

2010-06-17

Sosialisasi Program Tata Ruang di Desa


Sosialisasi Program Mengembalikan Kedaulatan Ruang Komunitas sudah selesai dilakukan pada bulan Juli 2010. Selain untuk sosialisasi program 'Tata Ruang', kegiatan ditujukan juga untuk mengawali kegiatan identifikasi dan verifikasi rencana kelola ruang desa yang sudah dibuat pada tahun 2000-2001. Ada banyak hal yang sudah berubah selama sepuluh tahun, baik di Kiadan Pelaga, Dukuh Sibetan, Tenganan Pegringsingan, maupun Nusa Ceningan.

Pertemuan di empat kewilayahan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa kegiatan identifikasi dan verifikasi data akan diselesaikan pada akhir Juli, sebagai bahan acuan tim ahli melakukan kajian akademis atas rencana kelola ruang yang sudah mereka miliki. Khusus di Nusa Ceningan, setelah 'berjalan sendiri' selama lebih dari 10 tahun, akhirnya Desa Adat Lembongan mempunyai keinginan untuk bergabung dalam program penataan ruang desa. Sebagai catatan, Nusa Ceningan merupakan bagian dari Desa Adat Lembongan. Kegiatan pemetaan sepuluh tahun lalu hanya dilakukan di Nusa Ceningan yang ketika itu 'terancam' oleh megaproyek pariwisata.

2010-06-11

Mengembalikan Kedaulatan Ruang Komunitas

Program Rencana Kelola Ruang Wilayah Desa kembali akan dilanjutkan. Diawali pada tahun 2000-2001 ketika masyarakat Kiadan Pelaga, Dukuh Sibetan, Tenganan Pegringsingan, dan Nusa Ceningan membuat peta wilayah dan membuat rencana kelola ruang berdasarkan potensi dan masalah. Kemudian disepakati bahwa pengelolaan ruang akan dilakukan berdasarkan konsep 'ekologis kemasyarakatan' yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata.

Secara legal, keempat rencana kelola ruang tersebut sudah disepakati oleh masyarakat, juga desa tetangga sebagai pendamping wilayah. Tahun ini, kesepakatan tersebut akan diajukan secara legal formal kepada negara melalui pemerintah daerah dengan bantuan anggota dewan. Dukungan diharapkan datang dari kedua komponen tersebut untuk lebih menguatkan rencana kelola ruang desa dalam sistem kenegaraan. Hal ini menjadi tepat bersamaan dengan momentum peresmian Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali.

Sebagai tahap awal, pada tanggal 5 Juni 2010 dilakukan rapat persiapan di Yayasan Wisnu. Pertemuan dihadiri oleh perwakilan empat desa, tim ahli yang nantinya akan mengkaji rencana kelola yang sudah diperbarui secara akademis, dan tim hukum yang akan membantu pembuatan rencana kelola ruang desa secara legal formal.

Program ini diharapkan juga bisa menjadi pintu masuk bagi Bali berbicara di tingkat negara melalui tahapan:
  • Membuat 'payung besar' perencanaan Bali dalam tataran negara karena ada hal-hal adat yang tidak bisa dipahami 'negara'
  • Menyadarkan para dewan dan pemerintah daerah atas hak masyarakat menentukan dan mengelola ruang kewilayahannya
  • Membuat undang-undang perlindungan masyarakat adat di tingkat negara
Program akan dilaksanakan selama sepuluh bulan sampai dengan Maret 2011 atas bantuan pendanaan dari Yayasan Tifa, Jakarta.

Identifikasi Tanaman di Wisnu


Identifikasi tanaman dilakukan sebagai bagian dari program pengolahan data dan informasi. Kegiatan ini ditujukan untuk mengetahui berbagai jenis tanaman yang tumbuh di areal Wisnu, meliputi pohon, perdu, dan tanaman budidaya, juga untuk mengetahui fungsinya sebagai tanaman pangan, obat, dan kebutuhan upacara. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari pengembangan pertanian yang dilakukan oleh Sekaa Tales (Tani Lestari).

Sedikitnya ada 50 jenis pohon (tanaman keras) yang sudah berhasil diidentifikasi, di antaranya gatep dan sukun. Gatep atau gayam (Inocarpus edulis) kemudian dijadikan nama untuk warung yang berada di bagian depan areal Wisnu. Karena letaknya di bawah pohon gatep, maka dinamakan Warung Beten Gatep. Buahnya bisa direbus dan dijadikan tepung. Daunnya bisa untuk mengobati kencing batu dan untuk obat bisul, sementara kulit pohon untuk mengobati rematik. Bijinya bisa juga digunakan sebagai sumber bahan bakar nabati. Di Bali, buah gatep digunakan sebagai kelengkapan banten bagia pule kerti, pengadang-adang, dan dewa-dewi.

Sementara jenis perdu diidentifikasi sedikitnya 34 jenis. Rambusa (Passiflora foetida) adalah jenis yang berbunga paling cantik. Mirip seperti bunga markisa (Passiflora edulis) namun ukurannya lebih kecil. Buahnya bisa dimakan dan pucuk daun bisa dimasak sebagai sayur. Jenis lain yang menarik adalah kembang bintang atau kitolod (Isotoma longiflora). Bunganya yang seperti bintang berfungsi untuk mengatasi gangguan mata dan katarak. Sementara getahnya yang mengandung racun berfungsi sebagai antiradang, antikanker, menghilangkan nyeri dan menghentikan pendarahan.

Juga ada beberapa jenis teratai atau padma di kolam Wisnu. Sedikitnya ada tiga jenis, yaitu teratai putih (Nymphaea odorata), teratai merah (Nymphaea rubra), dan teratai ungu (Nymphaea nouchali). Tanaman lain yang cukup banyak adalah anggrek, yang sampai saat ini belum dilakukan identifikasi terhadap jenis yang ada.

Hasil identifikasi ini nantinya akan diterbitkan dalam bentuk buku. Selain berisi berbagai jenis tanaman yang ada di Wisnu, buku ini juga akan menceritakan proses pertanian yang dilakukan oleh Sekaa Tani Lestari. Saat ini kegiatan yang sedang dilakukan adalah penyiapan lahan dan renovasi kandang sapi sebagai sumber energi alternatif.