"Bapak-bapak nggak pernah cerita. Informasi hanya disampaikan di sangkep banjar ... yang datang hanya bapak-bapak."
Kalimat tersebut keluar dari mulut seorang ibu ketika kami melakukan sangkep PKK di Br. Gumung, Desa Tenganan, Karangasem. Menurut para ibu, setiap informasi - terutama informasi baru yang menyangkut hidup keseharian masyarakat - harus disampaikan juga lewat sangkep PKK khusus bersama para ibu. Selama ini setiap kegiatan maupun rencana memang selalu diinformasikan, namun hanya melalui sangkep banjar dan tidak ada ibu-ibu di dalamnya. Kondisi ideal adalah para bapak diharapkan menyampaikan informasi yang diterimanya kepada para ibu, namun kondisi saat ini jauh dari yang diharapkan. Tidak satu pun yang hadir ketika sangkep pernah diceritakan hasil sangkep oleh suaminya. Jadi artinya?
Proyek Distribusi Air Bersih di Tenganan
Berawal dari kegiatan yang sedang dilaksanakan di Desa Tenganan, bekerja sama dengan EWB (Engineers Without Borders) Australia. Tenganan, terutama Tenganan Pegringsingan terkenal dengan hutannya yang tetap terjaga sejak abad ke-11. Ironisnya, selama ini masyarakat Tenganan tidak mudah mendapatkan air walaupun hutan mereka tetap utuh.
Contohnya di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang mendapatkan airnya dari rembesan air sawah, sehingga baik secara kualitas maupun kuantitas sangat tidak mencukupi. Ketika musim tanam padi ada banyak air yang bisa didapat namun tercemar oleh pupuk yang digunakan. Maka ketika pengairan tidak dilakukan, masyarakat terutama para ibu harus berjalan ke sungai di desa tetangga untuk mengambil air.
Demikian juga yang terjadi di banjar/dusun Gumung. Ada beberapa keran air di sepanjang jalan. Setiap hari rata-rata mereka harus antri satu jam untuk mendapat satu ember air. Kalau air surut, mereka bisa antri selama dua jam, bahkan kadang harus berjalan kaki sejauh 300 meter ke tukad Buhu. Dan sebagian besar yang melakukan adalah ibu-ibu ... anak atau suami kadang-kadang saja membantu. Kadang-kadang konflik muncul untuk memperebutkan air.
Hal itulah yang melatarbelakangi proyek pendistribusian air bersih direncanakan dan dilakukan. Air akan diambil dari satu sumber mata air yang kemudian didistribusikan ke setiap banjar. Maka UPSAB sebagai kelompok lokal pun dibentuk untuk mengelola infrastruktur air di Desa Tenganan, didukung oleh EWB, sukarelawan AYAD, dan Yayasan Wisnu.
Proyek tidak hanya ditujukan untuk membangun infrastruktur dalam pendistribusian air, melainkan juga membantu dalam peningkatan kapasitas UPSAB (Unit Pengelola Sarana Air Bersih). Mereka nantinya harus mengelola dan bertanggung jawab atas alokasi, kualitas, keuangan, dan pemeliharaan keseluruhan proyek.
Ibu-ibu ... Riwayatmu Kini
Menuju ke arah yang dicita-citakan, diperlukan data yang nantinya digunakan sebagai dasar pembangunan dan pendistribusian. Ibu-ibu yang kemudian menjadi responden utama karena mereka yang paling dekat dengan keseharian dan air. Mereka yang tahu dengan pasti berapa jumlah air yang dibutuhkan, termasuk berapa kemampuan mereka membayar.
Menurut para ibu di Gumung, jika waktu mereka tidak habis untuk antri air, mereka dapat mengerjakan anyaman ata atau bergabung dalam sekaa manyi, kelompok panen padi. Ada lebih banyak waktu yang bisa digunakan untuk mendukung ekonomi keluarga, untuk selanjutnya berpikir meluangkan sedikit waktu untuk bersantai.
Saat ini ... bangun tidur ketika matahari belum muncul, masak, menyiapkan kebutuhan anak dan bapaknya, sembahyang, antri air, bersih-bersih, masak, sedikit istirahat, antri air lagi ... sampai kadang untuk mengirit air lebih baik tidak mandi.
Komunikasi kadang tidak terjadi dengan anak dan suaminya, bahkan hanya untuk sekedar basa-basi. Apalagi untuk saling bertukar informasi seperti halnya keberadaan UPSAB. Entah karena para ibu yang tidak sempat mendengarkan, atau para bapak yang tidak sempat bercerita. Namun menurut versi ibu-ibu, hasil sangkep banjar memang hampir tidak pernah disampaikan para bapak. Harus ada obrolan lebih lanjut mengapa mereka tidak melakukan hal itu.
Hal penting yang kemudian disampaikan adalah, selain melalui sangkep banjar, semua informasi harus juga disampaikan secara khusus melalui sangkep PKK. Hal yang sering terjadi selama ini adalah laki-laki yang merencanakan dan memutuskan sesuatu, padahal perempuan yang dalam kesehariannya berhubungan erat dengan hal yang diputuskan dan nantinya yang akan menerima dampak.
Sangkep banjar saat ini dinilai sebagai satu sistem yang efektif dalam penyampaian dan penyebarluasan informasi. Namun ternyata hal tersebut belum cukup karena komunikasi di dalam keluarga, khususnya antara suami-istri sering tidak terjadi.
Kalimat tersebut keluar dari mulut seorang ibu ketika kami melakukan sangkep PKK di Br. Gumung, Desa Tenganan, Karangasem. Menurut para ibu, setiap informasi - terutama informasi baru yang menyangkut hidup keseharian masyarakat - harus disampaikan juga lewat sangkep PKK khusus bersama para ibu. Selama ini setiap kegiatan maupun rencana memang selalu diinformasikan, namun hanya melalui sangkep banjar dan tidak ada ibu-ibu di dalamnya. Kondisi ideal adalah para bapak diharapkan menyampaikan informasi yang diterimanya kepada para ibu, namun kondisi saat ini jauh dari yang diharapkan. Tidak satu pun yang hadir ketika sangkep pernah diceritakan hasil sangkep oleh suaminya. Jadi artinya?
Proyek Distribusi Air Bersih di Tenganan
Berawal dari kegiatan yang sedang dilaksanakan di Desa Tenganan, bekerja sama dengan EWB (Engineers Without Borders) Australia. Tenganan, terutama Tenganan Pegringsingan terkenal dengan hutannya yang tetap terjaga sejak abad ke-11. Ironisnya, selama ini masyarakat Tenganan tidak mudah mendapatkan air walaupun hutan mereka tetap utuh.
Contohnya di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang mendapatkan airnya dari rembesan air sawah, sehingga baik secara kualitas maupun kuantitas sangat tidak mencukupi. Ketika musim tanam padi ada banyak air yang bisa didapat namun tercemar oleh pupuk yang digunakan. Maka ketika pengairan tidak dilakukan, masyarakat terutama para ibu harus berjalan ke sungai di desa tetangga untuk mengambil air.
Demikian juga yang terjadi di banjar/dusun Gumung. Ada beberapa keran air di sepanjang jalan. Setiap hari rata-rata mereka harus antri satu jam untuk mendapat satu ember air. Kalau air surut, mereka bisa antri selama dua jam, bahkan kadang harus berjalan kaki sejauh 300 meter ke tukad Buhu. Dan sebagian besar yang melakukan adalah ibu-ibu ... anak atau suami kadang-kadang saja membantu. Kadang-kadang konflik muncul untuk memperebutkan air.
Hal itulah yang melatarbelakangi proyek pendistribusian air bersih direncanakan dan dilakukan. Air akan diambil dari satu sumber mata air yang kemudian didistribusikan ke setiap banjar. Maka UPSAB sebagai kelompok lokal pun dibentuk untuk mengelola infrastruktur air di Desa Tenganan, didukung oleh EWB, sukarelawan AYAD, dan Yayasan Wisnu.
Proyek tidak hanya ditujukan untuk membangun infrastruktur dalam pendistribusian air, melainkan juga membantu dalam peningkatan kapasitas UPSAB (Unit Pengelola Sarana Air Bersih). Mereka nantinya harus mengelola dan bertanggung jawab atas alokasi, kualitas, keuangan, dan pemeliharaan keseluruhan proyek.
Ibu-ibu ... Riwayatmu Kini
Menuju ke arah yang dicita-citakan, diperlukan data yang nantinya digunakan sebagai dasar pembangunan dan pendistribusian. Ibu-ibu yang kemudian menjadi responden utama karena mereka yang paling dekat dengan keseharian dan air. Mereka yang tahu dengan pasti berapa jumlah air yang dibutuhkan, termasuk berapa kemampuan mereka membayar.
Menurut para ibu di Gumung, jika waktu mereka tidak habis untuk antri air, mereka dapat mengerjakan anyaman ata atau bergabung dalam sekaa manyi, kelompok panen padi. Ada lebih banyak waktu yang bisa digunakan untuk mendukung ekonomi keluarga, untuk selanjutnya berpikir meluangkan sedikit waktu untuk bersantai.
Saat ini ... bangun tidur ketika matahari belum muncul, masak, menyiapkan kebutuhan anak dan bapaknya, sembahyang, antri air, bersih-bersih, masak, sedikit istirahat, antri air lagi ... sampai kadang untuk mengirit air lebih baik tidak mandi.
Komunikasi kadang tidak terjadi dengan anak dan suaminya, bahkan hanya untuk sekedar basa-basi. Apalagi untuk saling bertukar informasi seperti halnya keberadaan UPSAB. Entah karena para ibu yang tidak sempat mendengarkan, atau para bapak yang tidak sempat bercerita. Namun menurut versi ibu-ibu, hasil sangkep banjar memang hampir tidak pernah disampaikan para bapak. Harus ada obrolan lebih lanjut mengapa mereka tidak melakukan hal itu.
Hal penting yang kemudian disampaikan adalah, selain melalui sangkep banjar, semua informasi harus juga disampaikan secara khusus melalui sangkep PKK. Hal yang sering terjadi selama ini adalah laki-laki yang merencanakan dan memutuskan sesuatu, padahal perempuan yang dalam kesehariannya berhubungan erat dengan hal yang diputuskan dan nantinya yang akan menerima dampak.
Sangkep banjar saat ini dinilai sebagai satu sistem yang efektif dalam penyampaian dan penyebarluasan informasi. Namun ternyata hal tersebut belum cukup karena komunikasi di dalam keluarga, khususnya antara suami-istri sering tidak terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar