Dalam Laporan Draft Final Penyusunan Kajian Akademis Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali ada hal yang perlu dikritisi, a.l:
- Data-data yang disajikan kurang lengkap karena tidak menyajikan trend data dari pelaksanaan Tata Ruang terdahulu, kondisi sekarang dan data-data kecendungan sampai 20 tahun ke depan atau 2028
- Tidak ada menyinggung maupun menyajikan data kondisi Pulau Bali sebagai pulau kecil dalam konteks pengaruh pemanasan Global, yang menurut prediksi para ahli Pemanasan Global tahun 2050 permukaan air laut bisa naik 6 meter, Kuta, Sanur, Denpasar dan beberapa daerah pantai tergenang. Begitu juga implikasi lainnya terhadap pertanian terkait kegagalan panen. Bagaimana kecendrungan Penataan Ruang yang akan terjadi dengan luas pulau Bali sampai tahun 2028?
- Masyarakat Bali sebagai penghuni pulau kecil hidupnya terkait erat dengan tanah, air dan tanaman. Masyarakat Bali lah merupakan penjaga utama terhadap keragaman biologi dan budaya nya. Identitas, pengetahuan lokal, matapencaharian/ruang hidup, budaya dan hak-hak kita didasari pada keberadaan dan hubungan-hubungan yang saling menjaga terhadap tanah, air dan sumberdaya lainnya sejak ribuan tahun. Maka jika lahan/tanahnya kena dampak atau berubah/terpengaruh akibat pemanasan global kita masyarakat lokal di pulau kecil yang akan menderita paling banyak Bila satu komponen saja seperti tanah dirubah peruntukannya akan merubah konstelasi keseimbangan relasi manusia dan lingkungannnya. Dalam laporan kajian akademis belum ditunjukan kepada masyarakat Bali sebagai pemilik ruang pulau Bali ini suatu scenario penataan keruangan Bali antara daya dukung (abiotik, biotik dan kultur) dengan trend pertambahan penduduk, ancaman pemanasan global dan kapasitas serta integritas pelaksana pemerintahan.
- Laporan Kajian Akademik tidak menuliskan asumsi namun dari penyajiannya tersirat seolah-olah kondisi, potensi dan keadaan lingkungan Bali baik-baik saja, karena tidak dijumpai data tentang permasalahan maupun kerusakan ruang Bali saat ini. Begitu juga dengan kondisi tanah-tanah pertanian yang sudah tercemar zat-zat kimia. Belum muncul kajian yang berani menetukan luasan sawah abadi, ruang terbuka hijau, green belt yang tetap dllnya.
- Sejak tahun 2000, Yayasan Wisnu dengan masyarakat dampingannya di 4 desa (Desa Adat Kiadan, Badung; Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Banjar Adat Dukuh Sibetan dan Nusa Ceningan membuat model program penataan ruang yang berbasis masyarakat melalui pembuatan peta partisipatif oleh masyarakat, melihat masalah dan potensi yang ada kemudian menggunakan hal tersebut sebagai basis perencanaan sampai sekarang mereka mampu mengelola jaringan ekowisata desa (JED)nya (www.jed.or.id). Prakarsa seperti ini adalah bercorak buttom up planning yang merupakan sebuah kritik terhadap pola penyusunan tata ruang Bali yang berorientasi pariwisata masal, mengakomodir modal besar dan bercorak perencanaan top down.
- Akhirnya apa yang dikatakan oleh masyarakat 4 desa diatas sejak tahun 2000 bahwa secara sistematis masyarakat dibuat tidak mampu untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan tentang tata ruang dan kebijakan pengelolaan sumberdayanya sehingga muncul berbagai ancaman terhadap kelestarian lingkungan, social, ekonomi dan budaya. Akibatnya, masyarakat selalu berada dalam posisi yang dirugikan/dikorbankan. (Rapat Gabungan masyakat 4 desa, 2000 di Kantor Yayasan Wisnu). Bila kita meyakini Penataan ruang juga sebuah proses pembelajaran berdemokrasi untuk mencapai kesejahteraan maka partisipasi rakyat adalah sangat vital. Laporan Kajian Akademik ini masih bernuansa demokrasi elit intelektual dan birokratik yang tanpa disadari telah mengingkari sang pemegang mandate sah dari ruang pulau Bali ini yaitu rakyat Bali.
Atas pertimbangan hal-hal tersebut di atas, Laporan kajian Akademis Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali ini masih dalam kategori “business as usual” belum mampu memberikan masyarakat Bali rasa aman dan nyaman melalui RTRWP Bali ini. Terkesan Pariwisata denga modal besar di belakangnya akan tetap melenggang serta kawasan alami Bali akan mulai dirambah Taman Wisata Alam.
Bila ditingkat kajian akademis saja masih menyimpan banyak keraguan maka akan menimbulkan banyak keraguan-keraguan berikutnya ditingkat pasal-pasal yang akan dituangkan dalam Ranperda Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar