Kali ini merupakan perjalanan kedua, 22 Januari 2009 bersama teman-teman Walhi Bali (Agung, Dekgus, Yoga) dan Bu Suati. Perjalanan pertama dilakukan pada tanggal 9 Desember 2008, hanya Atiek dan Denik. Tapi ketika itu belum sempat diceritakan. Padahal perjalanannya sedikit menegangkan karena salah memilih jalan. Bukan lewat Munduk, melainkan jalan menuju Gobleg yang kecil, curam, dan berliku. Wow!
Perjalanan ke Tamblingan terkait dengan kerja sama penelitian dengan Dr. Carol Warren tentang Catur Desa. Penelitian ditujukan untuk mendalami pengertian tentang filsafat dan kepercayaan terhadap lingkungan serta sikap umum terhadap proyek pembangunan (khususnya TWA Buyan dan Geothermal Bedugul) di kawasan suci Catur Desa Tamblingan dan sekitarnya. Tujuan kedua dari penelitian adalah mengetrahui struktur adat Catur Desa, peranan pengrajeg, pemangku pura dan tokoh adat/agama/dinas dalam proses merespon proyek pembangunan. Penelitian juga bertujuan mengetahui sejauh mana pandangan mereka yang mewakili pandangan umum masyarakat mengenai isu-isu tersebut.
Ada banyak hal yang sangat menarik, terutama tentang Catur Desa yang merupakan desa tua di Bali. Adat dan upacara yang dilakukan sedikit berbeda dengan Bali pada umumnya. Demikian halnya dengan keberadaan Pengrajeg Ida Manca Warna yang mempunyai beberapa peran dalam pelaksanaan upacara desa. Temuan-temuan tersebut akan dituliskan secara khusus dalam artikel.
Kali ini hanya ingin menceritakan perjalanan menarik ke Tamblingan. Bertemu beberapa tokoh penting: ketua BPD, Kepala Desa, Pengrajeg Ida Manca Warna, dan wakil Klian Adat Desa Pekraman Tamblingan yang baru memekarkan diri. Selain banyak informasi yang didapat, hal menarik adalah melihat kupu-kupu barong di rumah Pak Semen. Ternyata setelah menjadi kupu-kupu dari kepompong, dalam waktu 3 jam mereka sudah besar dan bisa langsung melakukan perkawinan. Dalam hitungan menit, sayap kupu-kupu yang awalnya lemas ketika keluar dari kepompong, sudah menjadi keras dan tampak jelas kecepatan pertumbuhannya. Sayangnya umur hidup mereka hanya sekitar 10 hari ... Tapi ada banyak telur yang dihasilkan dari perkawinannya.
Perjalanan ke Tamblingan terkait dengan kerja sama penelitian dengan Dr. Carol Warren tentang Catur Desa. Penelitian ditujukan untuk mendalami pengertian tentang filsafat dan kepercayaan terhadap lingkungan serta sikap umum terhadap proyek pembangunan (khususnya TWA Buyan dan Geothermal Bedugul) di kawasan suci Catur Desa Tamblingan dan sekitarnya. Tujuan kedua dari penelitian adalah mengetrahui struktur adat Catur Desa, peranan pengrajeg, pemangku pura dan tokoh adat/agama/dinas dalam proses merespon proyek pembangunan. Penelitian juga bertujuan mengetahui sejauh mana pandangan mereka yang mewakili pandangan umum masyarakat mengenai isu-isu tersebut.
Ada banyak hal yang sangat menarik, terutama tentang Catur Desa yang merupakan desa tua di Bali. Adat dan upacara yang dilakukan sedikit berbeda dengan Bali pada umumnya. Demikian halnya dengan keberadaan Pengrajeg Ida Manca Warna yang mempunyai beberapa peran dalam pelaksanaan upacara desa. Temuan-temuan tersebut akan dituliskan secara khusus dalam artikel.
Kali ini hanya ingin menceritakan perjalanan menarik ke Tamblingan. Bertemu beberapa tokoh penting: ketua BPD, Kepala Desa, Pengrajeg Ida Manca Warna, dan wakil Klian Adat Desa Pekraman Tamblingan yang baru memekarkan diri. Selain banyak informasi yang didapat, hal menarik adalah melihat kupu-kupu barong di rumah Pak Semen. Ternyata setelah menjadi kupu-kupu dari kepompong, dalam waktu 3 jam mereka sudah besar dan bisa langsung melakukan perkawinan. Dalam hitungan menit, sayap kupu-kupu yang awalnya lemas ketika keluar dari kepompong, sudah menjadi keras dan tampak jelas kecepatan pertumbuhannya. Sayangnya umur hidup mereka hanya sekitar 10 hari ... Tapi ada banyak telur yang dihasilkan dari perkawinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar