Rencana ke Ceningan seharusnya sudah dilakukan sejak bulan Juli lalu, namun belum terlaksana karena alasan kesibukan. Kemudian direncanakan 15 September, harus diundur juga karena Wisnu harus ke Sibetan untuk menghadiri acara 'pembakaran'.
Kunjungan ke pulau kecil Ceningan terkait dengan kampanye Hari Hening Sedunia - World Silent Day yang digagas oleh Kolaborasi Bali untuk Perubahan Iklim. Sejak Agustus 2007, Bali Organic Association, PPLH Bali, Walhi ED Bali, dan Yayasan Wisnu sepakat bekerja sama dalam wadah kolaborasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim, terutama ketika itu untuk mengambil sikap dalam konferensi akbar UNFCCC di Nusa Dua. Sampai akhirnya semakin berkembang dan mendapat dukungan dari banyak pihak.
Kegiatan riset merupakan bagian dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, disamping kampanye untuk menggalang dukungan terhadap World Silent Day. Kunjungan kali ini dimaksudkan sebagai observasi atau survey awal untuk melihat kondisi Ceningan saat ini, memperkenalkan Agung yang nantinya akan berperan sebagai koordinator riset kepada teman-teman Ceningan, serta menceritakan latar belakang dan rencana riset.
Sedikit disayangkan karena terjadi salah komunikasi dengan anak muda Ceningan. Siang dan sore hari ketika ditelpon dan bertemu mereka secara langsung, sudah disepakati bahwa pertemuan akan dilakukan jam 7 malam di rumah Mek Luh. Ditunggu sampai 20.30 mereka tidak juga datang, ternyata menurut informasi dari seorang Bapak yang datang ke rumah Mek Luh ada beberapa anak muda kumpul di Bale Banjar Ceningan Kawan. Sayang sekali ketua kelompoknya tidak bisa dihubungi. Akhirnya kami hanya ngobrol dengan Pak Sita dan Kadek Logok. Kunjungan selanjutnya akan dilakukan setelah Lebaran untuk bertemu langsung dengan kelompok anak muda yang nantinya akan berperan sebagai pengambil data riset.
Berdasarkan hasil kunjungan yang dilakukan, diketahui bahwa suhu di Ceningan panas sekali, diperkirakan bisa mencapai 38 derajat celcius. Tanah mulai digarap karena diperkirakan sebentar lagi akan datang musim hujan. Jenis tanaman yang direncanakan akan ditanam adalah ketela pohon dan jagung. Kedua jenis tanaman tersebut mempunyai ukuran, bentuk, dan rasa yang berbeda dengan ketela pohon dan jagung di Pulau Bali. Keduanya berukuran lebih kecil, berwarna lebih keputihan, dan rasanya lebih manis. Dulu, keduanya sering dicampur dengan nasi sebagai makanan pokok. Namun saat ini sudah jarang dilakukan, terutama ketika rumput laut mulai menjadi hasil pertanian yang diutamakan oleh para petani Ceningan.
Panas, namun angin bertiup semilir, sehingga menjadi satu alasan untuk menikmati tidur siang yang nyaman di dalam ruangan rumah Mek Luh yang sejuk. Apalagi perut sudah penuh setelah makan siang. Setelah matahari agak condong, disepakati untuk melihat gempuran ombak di karang Batu Melawang sambil menunggu matahari tenggelam. Sate ikan buatan Pak Endra menemani perjalanan kami ke sana. Trend baru sebagai ciri pilihan atas kepraktisan sudah terlihat, canang tidak lagi di'jait' dengan semat dari bambu melainkan menggunakan stepler 'cepret'. Laut biru, ombak besar pecah berbuih putih sebelum atau ketika mencapai karang-karang terjal, pintu masuk menuju harta karun sarang walet yang saat ini sudah hampir habis karena tergiur angka ratusan juta. Sore itu tidak tampak satu pun walet terbang untuk pulang ke sarangnya, padahal delapan sampai enam tahun lalu ratusan walet selalu terlihat menghiasi langit jingga di sebelah barat Nusa Ceningan.
Ketika berangkat dari Sanur, air laut cukup tinggi namun ombak cukup tenang. Matahari bersinar terik sehingga kami memutuskan untuk duduk di dalam jukung. Keesokan harinya ketika akan pulang dari Lembongan, ombak besar sehingga sulit naik ke jukung. Kondisi ombak besar sudah bisa diketahui dari Ceningan, yaitu ketika terlihat kabut di sebelah selatan. Supaya isi perut tidak keluar, kami memutuskan untuk duduk di bagian atas jukung. Selalu, waktu yang ditempuh lebih cepat dibanding Sanur-Lembongan, hanya satu jam. Butuh waktu agak lama untuk keluar dari daerah parkir pantai karena jumlah dan jenis kapal semakin banyak.
Kunjungan ke pulau kecil Ceningan terkait dengan kampanye Hari Hening Sedunia - World Silent Day yang digagas oleh Kolaborasi Bali untuk Perubahan Iklim. Sejak Agustus 2007, Bali Organic Association, PPLH Bali, Walhi ED Bali, dan Yayasan Wisnu sepakat bekerja sama dalam wadah kolaborasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim, terutama ketika itu untuk mengambil sikap dalam konferensi akbar UNFCCC di Nusa Dua. Sampai akhirnya semakin berkembang dan mendapat dukungan dari banyak pihak.
Kegiatan riset merupakan bagian dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, disamping kampanye untuk menggalang dukungan terhadap World Silent Day. Kunjungan kali ini dimaksudkan sebagai observasi atau survey awal untuk melihat kondisi Ceningan saat ini, memperkenalkan Agung yang nantinya akan berperan sebagai koordinator riset kepada teman-teman Ceningan, serta menceritakan latar belakang dan rencana riset.
Sedikit disayangkan karena terjadi salah komunikasi dengan anak muda Ceningan. Siang dan sore hari ketika ditelpon dan bertemu mereka secara langsung, sudah disepakati bahwa pertemuan akan dilakukan jam 7 malam di rumah Mek Luh. Ditunggu sampai 20.30 mereka tidak juga datang, ternyata menurut informasi dari seorang Bapak yang datang ke rumah Mek Luh ada beberapa anak muda kumpul di Bale Banjar Ceningan Kawan. Sayang sekali ketua kelompoknya tidak bisa dihubungi. Akhirnya kami hanya ngobrol dengan Pak Sita dan Kadek Logok. Kunjungan selanjutnya akan dilakukan setelah Lebaran untuk bertemu langsung dengan kelompok anak muda yang nantinya akan berperan sebagai pengambil data riset.
Berdasarkan hasil kunjungan yang dilakukan, diketahui bahwa suhu di Ceningan panas sekali, diperkirakan bisa mencapai 38 derajat celcius. Tanah mulai digarap karena diperkirakan sebentar lagi akan datang musim hujan. Jenis tanaman yang direncanakan akan ditanam adalah ketela pohon dan jagung. Kedua jenis tanaman tersebut mempunyai ukuran, bentuk, dan rasa yang berbeda dengan ketela pohon dan jagung di Pulau Bali. Keduanya berukuran lebih kecil, berwarna lebih keputihan, dan rasanya lebih manis. Dulu, keduanya sering dicampur dengan nasi sebagai makanan pokok. Namun saat ini sudah jarang dilakukan, terutama ketika rumput laut mulai menjadi hasil pertanian yang diutamakan oleh para petani Ceningan.
Panas, namun angin bertiup semilir, sehingga menjadi satu alasan untuk menikmati tidur siang yang nyaman di dalam ruangan rumah Mek Luh yang sejuk. Apalagi perut sudah penuh setelah makan siang. Setelah matahari agak condong, disepakati untuk melihat gempuran ombak di karang Batu Melawang sambil menunggu matahari tenggelam. Sate ikan buatan Pak Endra menemani perjalanan kami ke sana. Trend baru sebagai ciri pilihan atas kepraktisan sudah terlihat, canang tidak lagi di'jait' dengan semat dari bambu melainkan menggunakan stepler 'cepret'. Laut biru, ombak besar pecah berbuih putih sebelum atau ketika mencapai karang-karang terjal, pintu masuk menuju harta karun sarang walet yang saat ini sudah hampir habis karena tergiur angka ratusan juta. Sore itu tidak tampak satu pun walet terbang untuk pulang ke sarangnya, padahal delapan sampai enam tahun lalu ratusan walet selalu terlihat menghiasi langit jingga di sebelah barat Nusa Ceningan.
Ketika berangkat dari Sanur, air laut cukup tinggi namun ombak cukup tenang. Matahari bersinar terik sehingga kami memutuskan untuk duduk di dalam jukung. Keesokan harinya ketika akan pulang dari Lembongan, ombak besar sehingga sulit naik ke jukung. Kondisi ombak besar sudah bisa diketahui dari Ceningan, yaitu ketika terlihat kabut di sebelah selatan. Supaya isi perut tidak keluar, kami memutuskan untuk duduk di bagian atas jukung. Selalu, waktu yang ditempuh lebih cepat dibanding Sanur-Lembongan, hanya satu jam. Butuh waktu agak lama untuk keluar dari daerah parkir pantai karena jumlah dan jenis kapal semakin banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar